
Rel... rel kereta itu yang kadang membawa saya ketelaga sejarah nun jauh...
Sayup benar iramanya, hanya mengingat satu saja tentang khidmat suci "Ajari Aku..."
sakral... sakral dalam batas-batas memori...
Semua bercerita dalam piranti tarbiyah... "yarba, yarbu... tarbiyaah...", lekat benar dalam ingatan saya... bahwa semua punya makna tumbuh.. kembang... kuat berdahan istiqamah...
walapun saat ini saya sadar, hambatannya hanyalah kekuyuan ruh yang berakhir pada insilakh, mati potensi terlempar dari gerbong dakwah.
Walau kepala coba saya tundukkan, menggeleng kecil dan menyayangkan keputusan Allah, bukan karena menolak takdir bahwa memori terlalu indah untuk menjadi bunga ingatan... sahabat yang awalnya adalah iring-iringan kecil ditapak juang kini telah memilih untuk tidak melanjutkan perjalanan panjang.
Saya kemudian menyungging senyum, mata saya sayu, tak bisa saya bohongi, hati saya tak bisa saya tipu... saya merindukan engkau wahai sahabat... merindukan berjalan bersama engkau di sepanjang lintasan kereta api dibilangan Sumantri Brojonegoro... semua penuh nuansa ruh... semua tentang cerita diluar tapal batas persahabatan... dan ini adalah 'cinta'.
"Sekiranya (yang kamu serukan kepada mereka itu), adalah keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalan yang tidak begitu jauh, niscaya mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu teramat jauh, terasa oleh mereka. Lalu mereka bersumpah dengan (nama) Allah "jikalau kami sanggup niscaya kami berangkat bersama-samamu." Mereka membinasakan diri sendiri. dan Allah mengetahu bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berdusta..."
Sahabatku, lidahku kelu untuk mengucapkannya... walaupun hanya derak-derak tartil berkerikil dalam lisan, sungguh... aku tak berani menisbatkan ayat ini kepadamu... tapi hati ini berontak... lalu saya menengadah (diam)
Dakwah begitu kejam... memisahkan antara aku dan engkau
memisahkan engkau dan kecintaan...
aku malu pada tuhan... aku malu tak dapat menjagamu dalam ketaatan...
Sahabat,
Rel... rel kereta itu yang kadang membawaku ketelaga sejarah nun jauh...
Sayup benar iramanya, hanya mengingat satu saja tentang khidmat suci "Ajari Aku..."
sakral... sakral dalam batas-batas memori...
Beberapa saat kemudian saya kembali menggenggam tanggannya, menuntunnya meintasi rel-rel... walau bukan untuk memerah peluh dan kemudian memetik senyum ridho di telaga juang...
tapi sekedar berjalan memaut hati, mematri cinta...
walau bukan ini jalannya, setidaknya saya hanya ingin menyampaikan...
Batas cinta dalam libatan ukhuwah bukanlah sandiwara tuhan... ia adalah buah cahaya kasih Sang Pecinta... Sahabatku... sungguh aku mencintaimu karena Allah...
Kepada : Akhina Hendri
(Padang, malam sunyi ditengah lantunan syair langit 'as saffat')

Tidak ada komentar:
Posting Komentar