09 Mei 2008

Wihdah..

….Maa allaftabaina qulubihim, wala qinallaha allafa bainahum innahum ‘azizun hakiim

Apalagi yang tersisa selain kekuatan untuk merealisasikan segenap tujuan islam dalam sejumput ayat yang mempu menggerakkan seluruh sendi pergerakan. Yang mampu menggetarkan seluruh bulu roma jiwa juang. Yang mana semuanya bersimpul pada rasa seindah mahabbah, dengan segenap kelengkapan definisi yang meluap dari sekadar rasa cinta. Hampir lebih dari 6 tahun saya berada diantara lintasan panjang dakwah ini, pamahaman itu terus terang baru terasa manisnya justru ketika saya berada jauh dari lingkaran amal para cucu-cucu mushalla dibilik-bilik mungilnya. ‘Allahumma innaka ta’lamu annahaadzihil quluuba qadijtama’at ‘alaa mahabbatika…’ ini ternyata bukan hanya sekedar bait manis dalam buaian kata-kata… didalamnya ada sebuah tujuan besar yang dibingkai dalam sebuah perasaan yang meluap-luap. (Akhinaa Yasir)

Bab Ukhuwah memang selalu menarik bagi para du’at untuk membicarakannya, apalgi dikalangan ikhwan dan akhwat yang begitu bersemangat mengejar target amalnya dalam sebuah organisasi dakwah kampus untuk kemudian diukir menjadi romantisme dimasa yang akan datang. Ukhuwah bukanlah barang baru dalam dunia pergerakan dakwah kampus, namun agaknya pada hari ini ukhuwah tidak lagi memiliki ruh yang bisa membawa para du’atnya terbang keangkasa untuk mengejar kereta dakwah yang lajunya kian cepat. Iman syahid mengatakan bahwasanya Ukhuwah merupakan hasil kolaborasi antara ruh dan tali aqidah. Kakuatan pertama yang mutlah terlahir dari ruh dan aqidah tersebut seharusnya adalah perasaan untuk bersatu, menyatu seluruhnya, apakah potensi akal, potensi jasad dalam sebuah bingkai kerja dan amalan-amalan dakwah. Kalau seandainya yang menjadi permasalahan pada hari ini adalah tidak bersatunya pada du’at dalam sebuah wajihah dakwah, tidak ada kata sinergis dalam amalan-amalan bersama para aktivisnya, maka hal pertama yang harus dipertanyakan adalah sejauh mana pemahaman para du’atnya terhadap nilai-nilai ukhuwah.

Seperti yang dikatakan imam syahid, Ukhuwah merupakan hasil kolaborasi antara ruh dan tali aqidah. Kakuatan pertama yang mutlak terlahir dari ruh dan aqidah tersebut seharusnya adalah perasaan untuk bersatu. Rasa pesatuan itu bukanlah hal yang bisa direkayasa dan dibuat buat, tapi ia lahir dari rasa cinta kepada Sang Penggenggam jiwa, kecintaaan yang lahir dari segenap amalan-amalah hati dan ruh. Kecintaaan itu benar adanya bukan dalam batas nalar saja yang biasanya muncul dari bacaan-bacaan atau perkataan para astatidz atau muwajih dalam daurah-daurah yang diikuti. Dalam konteks kerja dakwah, rasa ingin bersatu biasanya muncul dari rasa prihatin, perasaan bertanggungjawab atas amanah dakwah yang dipikulkan kepadanya serta pemahaman seorang du’at terhadap mekanisme perealisasian tujuan dakwah.

Ikhwafillah, rasa prihatin muncul dari pemahaman yang mendasar terhadap problematika yang menimpa ummat pada hari ini, serta pemahaman yang komperhensif terhadap fenomena dakwah secara khusus. Saya tidak akan membahas panjang lebar tentang problematika ummat kali ini, namun setidaknya pamahaman seorang aktivis terhadap probelematika ummat pada hari ini akan menjadikannya senantiasa bersemangat untuk memenuhi seruan dakwah, tentu saja hal ini dipicu dari meleburnya rasa bahwa permasalahan ummat adalah bagian dari permasalahan dirinya dan sebagainya. Jika dilihat pemahaman seperti ini, maka hal-hal yang akan mengahmbat dari rasa prihatin itu adalah perasaan kikir, senantiasa khawatir, perasaan ragu dan lain sebagainya. Banyak kasus dalam dakwah kampus yang menunjukkan bahwa sebagian aktivis dakwah masih belum memahami proporsi antara kerja dakwah dan aktivitas kuliah, sehingga aspek totalitas dalam prinsip dakwah maih belum mampu dipenuhi secara baik, ini lagi-lagi berkaitan dengan kekuatan keyakinan (Aqidah) terhadap perealisasian seluruh janji-janji Allah dalam Al Quran. Dan kekuatan keyakinan itu seharusnya sudah bisa dipenuhi seiring dengan target amal-amal yaumi yang mampu direalisasikan, serta persentasi keiklasan yang mampu dipertahankan dalam menjalankannya.

Kalau ini juga masih belum terpenuhi artinya memang disinilah pangkal masalahnya. Penyelesaian masalah ini tentu kembali lagi kepada para du’at untuk senantiasa meningkatkan kuantitas dan kualitas ubudiyahnya kepada Allah swt. Sehingga seperti yang dikatakan oleh Ust. Rahmat Abdullah Alm., ”.. suara merdu persaudaraan sepatutnya didominasi oleh ‘nuansa bening’”.Karena memang seperti yang disebutkan diawal tadi ukhuwah merupakan sebuah hal yang terbentuk dari mahabbatullah dan kedekatanya dengan Dzat yang menggenggam dan meiliki hati-mati manusia. Wallahu’alam

Permasalahan kedua dalam proses merealisasikan wihdah amal islamy adalah pemahaman yang jelas terhadap mekanisme pencapaian tujuan-tujuan dakwah. Persatuan dan rasa ingin bersatu tentu saja tidak akan terealisasi ketika para muharriq dakwah tidak mengetahui dan memahami secara jelas tentang bagaiaimana merealisasikan tujuan-tujuan dakwah. Pertanyaan bagaimana merealisasikan tujuan-tujuan dakwah juga tidak akan bisa terjawab manakala kita tidak mengetahui secara jelas apa sebenarnya yang menjadi tujuan-tujuan dakwah tersebut. Dan tentu saja tujuan-tujuan dakwah tidak akan terapai manakala pada du’at tidak memahami apa itu dakwah dan bagaimana hukum dan tabiat-tabiatnya.

Ikhwafillah sekalian, jika kita mau jujur… sebenarnya inilah salah satu wabah yang menyerang dakwah kita pada hari ini, kebanyakan dari kita hidup dalam zona nyaman dibawah payung dakwah. Namun tidak menjadi struktur kokoh pembentuk dakwah itu sendiri. Suatu ketika seorang sahabat melontarkan pertanyaan yang menggelikan sekaligus mengejutkan saya, dia bertanya “apa itu dakwah akhi… apakah dakwah itu seperti kulit kacang, bendera, umbul-umbul atau ia adalah sekedar eufhoria kata-kata?”. Pertanyaan itu jelas mengentak jiwa saya yang selama ini merasa merupakan bagian dari dakwah itu sendiri. Setelah saya merenungi pertanyaan itu, ada sebuah hal yang di isyaratkan oleh sahabat tadi… adalah bahwa dakwah pada hari ini lebih mengutamakan tampilan dari pada isi, sama seperti yang disampaikan oleh Eep Saifulloh Fatah dalam sebuah tulisannya yang mengatakan bahwa kelemahan gerakan islam pada hari ini adalah lebih sibuk mengurusi kulit dari pada fokus untuk memikirkan isi. Artinya memang dakwah pada hari ini bukan lagi berbicara masalah gerakan yang lahir dari pemahaman dan amal yang berkesinambungan, tapi langsung kepada citra yang terkesan dipaksakan. Padahal seharusnya dakwah seara alamiyah akan terbentuk dari dalam.. pancaran pemahaman dan kinerja yang sungguh-sungguh merupakan kekuatan yang mampu menghidupkan cahayanya ditengah gelapnya probelmatika ummat yang kian pekat ditelan gelapnya kejahiliyahan. Jadi mutlaklah bahwasanya untuk merealisasikan kuatnya persatuan dalam bingkai ukhuwah seorang du’at harus memahami dakwah secara benar yang juga sarat dengan pemahaman terhadap hukum-hukum serta tabiat-tabiatnya.

Mungkin setelah ini kita bisa membolak-balik kembali buku fiqh dakwah kita yang ada dirumah serta mengamalkannya dengan segenap hati.

Khatimah,

“Tak ada persatuan tanpa cinta kasih, sedangkan derajat cinta yang paling rendah adalah bersihnya hati dari berburuk sangka kepada sesama saudara, yang paling tinggi adalah mampu mendahulukan kepentingan saudara dari kepentingan pribadi”

Akhir-akhir ini saya rasa menjadi akhir yang berat bagi keseluruhan kerja dakwah dalam konteks DK UBH, tapi bukan berarti tidak ada jalan atau solusi. Selalu ada solusi bagi setiap du’at yang masih yakin dan percaya kepada pertolongan Allah. Selalu ada solusi bagi mereka yang bekerja dan terus beramal tanpa menuntut apapun pada siapapun termasuk saudaranya, justru merekalah yang senantiasa menjadi motor penggerak bagi ikhwah yang lain untuk beramal. Bekerja atau tidaknya ikhwah yang lain tidak menjadi penghalang bagi kinerjanya, selalu ada kejernihan hati dan pancaran basirah untuk senantiasa berbaik sangka dan membumikan bi’ah tausiyah dengan kalimat yang indah tanpa cela kepada mereka yang masih menunggu dan ragu untuk beramal. Hal ini tentu saja dikuatkan oleh pemahaman bahwa mereka beramal bukan karena sesuatu, seseorang, yang manakala seseorang itu tidak beramal maka dia juga urung untuk menunaikan tugasnya dengan gemilang. Tapi mereka beramal merupakan karena pemahaman bahwa dakwah merupakan kewajiban kepada Allah yang harus segera ditunaikan. Itu yang kami maksud dengan salah satu makna keikhlasan dalam beramal. Tak ada yang mampu mencegah mereka untuk terus beramal dan berbuat baik kecuali Allah memutuskan untuk segera memanggilnya keharibaan. Wadzaa likaa huwal fa udzul adhim…

Wallahu’alam bisohwab

Ayat Rabitah

Sekedar intermezo,

Ayat rabitah adalah permohonan indah bagi mereka yang secara langsung menceburkan diri dalam telaga dakwah. Permohonan yang diungkapkan dengan kesucian jiwa, kematangan pemahaman, dan perasaan rindu. Kenapa ia disebut sebagai ungkapan yang contentnya adalah kesucian jiwa (tazkiyatun nafs)?

Allahumma innaka ta’lamu annahaadzihil quluuba qadijtama’at ‘alaa mahabbatika…

Ungkapan tersebut bukanlah kutipan dari sebuah hadits, namun tetap saja ia merefleksikan mind setting untuk senantiasa melahirkan ahsauqaulan, bahkan lebih dari sekedar itu.

Mari saya ajak kita semua untuk lantunkan syairnya

Ayat Rabitah

(Izzatulislam)

Sesungguhnya engkau tahu bahwa hati ini telah berpadu

Berhimpun dalam naungan cintaMu

Bertemu dalam ketaatan bersatu dalam perjuangan

Menegakkan syariat dalam kehidupan

Kuatkanlah ikatannya, kekalkanlah cintanya

Tunjukilah jalan-jalannya

Terangilah dengan cahayaMu dengan tiada pernah padam

Ya Rabbi bimbinglah kami

Lapangkanlah dada kami dengan karunia iman dan indahnya tawakal padaMu

Hidupkan dengan ma’rifatmu, matikan dalam syahid dijalanMu

Engkaulah pelindung dan pembela

Tidak ada komentar: